Kisah Nabi Ismail, Cermin Ketaatan Seorang Anak

Nabi Ismail adalah putra Nabi Ibrahim dengan istrinya, Siti Hajar. Siti hajar berasal dari budak kecil Raja Mesir yang diberikan kepada Siti Sarah, dan setelah besar lalu dijadikan istri oleh Nabi Ibrahim. Dari istrinya inilah Nabi Ibrahim memperoleh anak yang bernama Ismail. Adapun istrinya yang pertama, yaitu Siti Sarah, sedari muda sudah mandul (tidak mempunyai anak) dan karena ia ingin sekali mempunyai keturunan, maka setelah usianya sudah agak lanjut, barulah ia dikaruniahi Allah seorang anak laki-laki yang bernama Ishak. Rupanya Siti Sarah kurang senang apabila selalu berdekatan dengan madunya, seperti halnya watak wanita pada umumnya, apalagi madunya itu sudah mempunyai anak, sedangkan ia sendiri masih belum.

Kemudian Nabi Ibrahim membawa pindah istrinya (Siti Hajar) bersama bayinya, Ismail ke negeri Mekah yang pada saat itu masih berupa lautan padang pasir yang belum ada seorang manusia pun disana. Seperti diceritakan dalam Al-Qur’an: surah Ibrahim ayat, 37:

“Hai Tuhan kami! Sesungguhnya kami telah menempatkan anak keturunan kami di lembah yang tidak ada tanaman sama sekali (Mekah) pada tempat rumah-Mu (Ka’bah) yang terhormat. Hai Tuhan kami! Semoga mereka tetap mendirikan salat. Hendaklah Engkau jadikan hati manusia rindu kepada mereka. Berilah mereka rezeki yang berupa buah-buahan, mudah-mudahan mereka mengucapkan syukur kepada Tuhan.”

Nabi Ibrahim kembali ke Negeri Syam. Ketika Siti Hajar telah kehabisan air, ia merasa sangat haus, karena itu air susunya terasa berkurang, dan bayinya (Ismail) ikut menderita karena kekurangan air susu.

Siti Hajar mencari air kemana-mana, mondar mandir antara bukit Sofa dan Bukit Marwa, kalau- kalau ada air di situ. Perbuatan Siti Hajar ini sampai sekarang dijadikan sebagian dari rukun “Ibadah haji” yang dinamakan Sa’i (pulang balik antara Sofa dan Marwa) sebanyak tujuh kali, dengan membacakan nama kebesaran Allah, mensucikan dan mengagungkan Allah.

Tak lama kemudian Siti Hajar mendengar suara (suara Jibril) yang membawa dan menunjukkan Siti Hajar ke suatu tempat, dan disana di hentakkan kakinya ke bumi, maka terpancarlah mata air yang sangat jernih dari dalamnya. Maka dengan segera Siti Hajar mengambil air itu untuk memberi minum anaknya.. mata air itu semula meluap kemana-mana, kemudian Malaikat berkata, “Zamzam” artinya, berkumpullah.” Maka, mata air itu pun berkumpul, dan sampai sekarang mata air itu dinamakan sebagai Air Zam zam. Berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa, air zamzam itu tidak pernah kering sampai sekarang walau pun dipergunakan oleh sangat banyak manusia yang mengambilnya.

Pada suatu hari lewatlah di sana serombongan orang Arab Jurhum, yang kebetulan mereka sangat memerlukan air, mereka sudah mencari kesana kemari, tapi belum menemukannya

Tiba-tiba terlihat oleh mereka burung-burung yang sedang berterbangan di atas suatu bukit, biasanya ini suatu pertanda bahwa disana ada mata air. Karena burung itu biasanya senang terbang di atas mata air. Maka pergilah mereka ke sana, dan ternyata benar disana ada mata air, yang disana ada Siti Hajar dan Bayinya, Ismail. Karena kebaikan hati Siti Hajar kepada mereka dengan memberi air zamzam itu sekehendak yang mereka butuhkan, sehingga mereka tertarik hatinya untuk tinggal di sana bersama Siti Hajar.

Atas kebaikan hati Siti Hajar pula, maka rombongan orang Arab Jurhum itu memberikan sebagian barang dagangannya kepada Siti Hajar, sehingga Siti Hajar merasa senang dan bahagia hidupnya di sana. Lama-kelamaan, bertambahlah penduduknya dan jadilah suatu desa yang aman tentram serta subur dan makmur.

Setelah Ibrahim kembali ke Mekah untuk menemui istri dan anaknya, alangkah terkejutnya beliau melihat tempat itu sudah menjadi sebuah desa yang subur dan makmur, dan meliahat Siti Hajar hidup senang dan bahagia karena hidupnya berkecukupan. Siti Hajar menceritakan semua kejadian yang dialaminya kepada suaminya. Nabi Ibrahim memuji kebesaran Allah, yang telah mengabulkan doanya yang lalu.

Mendirikan Ka’bah

Pada suatu hari Nabi Ibrahim mendapat perintah untuk mendirikan Ka’bah di dekat telaga Zamzam. Hal itu diberitahukan kepada anaknya Ismail. Maka keduanya sepakat untuk membangun rumah Allah yang akan digunakan untuk beribadah.

Mereka membangun Ka’bah tersebut dengan tangan-tangan mereka sendiri. Mengangkut batu dan pasir serta bahan-bahan lainnya dengan tenaga yang ada padanya. Setiap selesai bekerja Nabi Ibrahim bersama anaknya, Ismail, keduanya berdoa, “Ya Tuhan! Terimalah kerja kami ini, sungguh Engkau maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”

“Ya Tuhan! Jadikanlah kami dan keturunan kami umat yang menyerahkan diri kepada-Mu, dan perlihatkanlah kepada kami, Ibadah kami, dan beri tobatlah kami, sesungguhnya Tuhan Maha Pemberi Tobat dan amat Pengasih.”

Pada saat membangun rumah suci itu, Ibrahim dan Ismail meletakkan sebuah Batu Besar berwarna Hitam mengkilat. Sebelum meletakkan batu itu diciumnya sambil mengelilingi bangunan Ka’bah. Batu tersebut sampai sekarang masih ada, itulah Hajar Aswad. Setelah bangunan itu selesai, Allah mengajarkan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail tata cara beribadah menyembah Allah.

Tata cara beribadah yang diajarkan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail inilah yang juga diajarkan kepada Nabi-nabi dan Rasul yang sesudahnya hingga kepada Nabi Muhammad SAW.

“Ya Tuhan, bangkitkanlah seorang utusan dari mereka itu yang mengajarkan ayat dan kitab serta segala hikmah dan yang akan membersihkan dari dosa-dosa, Engkaulah Tuhan Yang Maha Mulia lagi Perkasa.”

Nabi Ismail, Cermin Anak yang Patuh

Pada suatu hari Nabi Ibrahim bermimpi diperintah Tuhan untuk menyembelih anaknya (Ismail). Maka Nabi Ibrahim bermusyawarah dengan anak-istrinya (Siti Hajar dan Ismail), bagaimana pendapat keduanya tentang mimpinya itu. Siti Hajar berkata, “Barangkali mimpi itu hanya permainan tidur belaka, maka janganlah engkau melakukannya, akan tetapi apabila mimpi itu merupakan wahyu Tuhan yang harus di taati, maka saya berserah diri kepada-Nya yang sangat pengasih dan Penyayang terhadap hambanya.”

Ismail berkata, “Ayahku! Apabila ini merupakan wahyu yang harus kita taati, maka saya rela untuk disembelih.”

Ketiga orang anak beranak itu sudah ikhlas melakukan perintah Tuhannya, maka keesokan harinya dilaksanakan perintah itu.

Selanjutnya Ismail usul kepada ayahnya, Ibrahim: “Sebaiknya saya disembelih dengan keadaan menelungkup, tapi mata ayah hendaklah di tutup, kemudian ayah harus dapat mengira-ngira arah mana pedang yang tajam itu ayah pukulkan, supaya tepat pada leher saya.”

Maka Nabi Ibrahim melaksanakan usul anaknya itu, beliau mengucapkan kalimat atas nama Allah, seraya memancungkan pedangnya yang tajam itu ke leher anaknya.

READ MORE - Kisah Nabi Ismail, Cermin Ketaatan Seorang Anak

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Kisah Abu Nawas akan Disembeli

Hari itu Abu Nawas sengaja menghabiskan waktunya berkeliling kampung, pinggiran Kota Baghdad. Ia baru pulang saat menjelang maghrib. Ketika lewat Kampung Badui (orang gurun) ia bertemu dengan beberapa orang yang sedang memasak bubur. Suasananya ramai, bahkan riuh rendah. Tanpa disadari ia di tangkap oleh orang-orang itu dan dibawa ke rumah mereka untuk disembelih.

“Mengapa aku ditangkap?” tanya Abu Nawas.

“Hai, orang muda, kata salah seorang diantaranya sambil menunjuk ke belanga yang airnya sedang mendidih, “Setiap orang yang lewat di sini pasti kami tangkap, kami sembelih seperti kambing, dan dimasukkan ke belanga bersama adonan tepung itu. Inilah pekerjaan kami dan itulah makanan kami sehari-hari.”

Meski ketakutan Abu Nawas masih berpikir jernih, katanya, “Lihat saja, badanku kurus, jadi dagingku tidak seberapa, kalau kau mau besok aku bawakan temanku yang badannya gemuk, bisa kau makan untuk lima hari. Aku janji, maka tolong lepaskan aku.”

“Baiklah, bawalah orang itu kemari,” jawab si Badui.

“Besok waktu maghrib orang itu pasti kubawa kemari,” kata Abu Nawas lagi. Setelah saling bersalaman sebagai tanda janji, Abu Nawas pun di lepas.

Di sepanjang jalan menuju rumahnya, Abu Nawas berpikir keras, “Sultan itu kerjanya seharian hanya duduk-duduk sehingga tidak tahu keadaan rakyat yang sebenarnya. Banyak orang jahat berbuat keji, menyembelih orang seperti kambing, tidak sampai ke telinga Sultan. Aneh, kalau begitu. Biar kubawa Sultan ke kampung Badui, dan kuserahkan kepada tukang bubur itu.”

Lantas Abu Nawas masuk ke istana dan menghadap Sultan. Setelah memberi hormat dengan membungkukkan badan, ia berkata, ya tuanku, Syah Alam, jika tuanku ingin melihat tempat yang sangat ramai, bolehlah hamba mengantar kesana. Di sana ada pertunjukan yang banyak dikunjungi orang.”

“Kapan pertunjukan itu dimulai?” tanya sang Sultan.

“Lepas waktu ashar, tuanku,” jawab Abu Nawas.

“Baiklah.”

Abu Nawas pamit pulang, esok sore Abu Nawas siap menemani Sultan ke kampung Badui. Sesampainya di rumah penjual bubur, baginda mendengar suara ramai yang aneh baginya.

“Bunyi apakah itu, kok ramai sekali?” tanya baginda sambil menunjuk sebuah rumah.

“Ya tuanku, hamba juga tidak tahu, maka izinkanlah hamba menengok ke rumah itu, sebaiknya tuan menunggu di sini dulu.” Kata Abu Nawas.

Sesampainya di rumah itu Abu Nawas melapor kepada si pemilik rumah bahwa ia telah memenuhi janjinya membawa seseorang yang berbadan gemuk. “Ia sekarang berada di luar dan akan aku serahkan kepadamu.” Ia kemudian keluar bersama si pemilik rumah menemui Sultan.

“Bunyi apa yang riuh rendah itu?” tanya Sultan.

“Rumah itu tempat orang berjualan bubur, mungkin rasanya sangat lezat sehingga larisnya bukan main dan pembelinya sangat banyak. Mereka saling tidak sabar sehingga riuh rendah bunyinya,” kata Abu Nawas.

Sementara itu si pemilik rumah tadi tanpa banyak cingcong segera menangkap Sultan dang membawanya ke dalam rumah. Abu Nawas juga segera angkat kaki seribu. Dalam hati ia berpikir, “Jika Sultan itu pintar, niscaya ia bisa membebaskan diri. Tapi kalau bodoh, matilah ia disembelih orang jahat itu.”


Akan halnya baginda Sultan, ia tidak menyangka akan dipotong lehernya. Dengan nada ketakutan Sultan berkata, “Jika membuat bubur, dagingku tidak banyak, karena dagingku banyak lemaknya, lebih baik aku membuat peci. Sehari aku bisa membuat dua buah peci yang harganya pasti jauh lebih besar dari harga buburmu itu?” Seringgit” jawab orang itu.

“Seringgit?” tanya Sultan. “Hanya seringgit? Jadi kalau aku kamu sembelih, kamu hanya dapat uang seringgit? Padahal kalau aku membuat kopiah, engkau akan mendapat uang dua ringgit, lebih dari cukup untuk memberi makan anak-istrimu.”

Demi mendengar kata-kata Sultan seperti itu, dilepaskannya tangan Sultan, dan tidak jadi disembelih.

***

Sementara itu Kota Bagdad menjadi gempar karena Sultan sudah beberapa hari tidak muncul di Balairung. Sultan hilang, seluruh warga digerakkan untuk mencari Sultan ke segenap penjuru negeri. Setelah hampir sebulan, orang mendapat kabar bahwa Sultan Harun Al-Rasyid ada di kampung Badui penjual bubur. Setiap hari kerjanya membuat Peci dan si penjualnya mendapat banyak untung.

Terkuaknya misteri hilangnya Sultan itu adalah berkat sebuah peci mewah yang dihiasi dengan bunga , di dalam bunga itu menyusun huruf sedemikian rupa sehingga menjadi surat singkat berisi pesan: “Hai menteriku, belilah kopiah ini berapapun harganya, malam nanti datanglah ke kampung Badui penjual bubur, aku dipenjara di situ, bawalah pengawal secukupnya.” Peci itu kemudian diberikan kepada tukang bubur dan agar dijual kepada menteri laksamana, karena kopiah ini pakaian manteri.”Harganya sepuluh ringgit, niscaya dibeli oleh menteri itu,” pesannya.

Tukang bubur itu sangat senang hatinya, maka segeralah ia pergi kerumah menteri tersebut. Pak menteri juga langsung terpikat hatinya begitu melihat peci yang ditawarkan itu, memang bagus buatannya, apalagi dihiasi dengan bunga diatasnya. Namun ia kaget begitu mendengar harganya sepuluh ringgit, tidak boleh kurang. Dan ketika matanya menatap bunga itu tampaklah susunan huruf. Setelah dia baca, mengertilah dia maksud kopiah itu dan segera dibayarnya.

Malamnya menteri dengan pengawal dan seluruh rakyat mendatangi kampung Badui dan segera membebaskan Sultan dan membawanya ke Istana. sedangkan penghuni kampung Badui itu, atas perintah Sultan, dibunuh semuanya karena perbuatannya terlalu jahat.

Keesokan harinya Sultan memerintahkan menangkap Abu Nawas dan akan menghukumnya karena telah mempermalukan Baginda Sultan. Ketika itu Abu Nawas sedang shalat duhur. Setelah salam iapun ditangkap beramai-ramai oleh para menteri yang diutus kesana dan membawanya pergi ke hadapan sultan.

Begitu melihat Abu Nawas, wajah Sultan berubah garang, matanya menyala seperti bara api, beliau marah besar. Dengan mulut mnyeringai beliau berkata, “Hai, Abu Nawas, kamu benar-benar telah mempermalukan aku, perbuatanmu sungguh tidak pantas, dan kamu harus dibunuh.

Maka, Abu Nawas pun menghormat. “Ya tuanku, Syah Alam, sebelum tuanku menjatuhkan hukuman, perkenankan hamba menyampaikan beberapa hal.”

“Baiklah” kata Sultan, “Tetapi kalau ucapanmu salah, niscaya aku bunuh hari ini juga kamu.”

“Ya Tuanku Syah Alam, alasan hamba menyerahkan paduka kepada si penjual bubur itu adalah ingin menunjukkan kenyataan di dalam masyarakat negeri ini kepada paduka. Karena hamba tidak yakin paduka akan percaya dengan laporan hamba. Padahal semua kejadian yang berlaku di dalam negeri ini adalah tanggung jawab baginda kepada Allah kelak. Raja yang adil sebaiknya mengetahui semua perbuatan rakyatnya, untuk itu setiap Raja hendaknya berjalan-jalan menyaksikan hal ihwal mereka itu. Demikianlah tuanku, jika perkataan hamba ini salah, hukumlah hamba, tetapi bila hukuman itu dilaksanakan juga hamba tidak ikhlas, sehingga dosanya menjadi tanggung jawab tuanku di dalam neraka.”

Setelah mendengar ucapan Abu Nawas, hilanglah amarah baginda. Dalam hati beliau membenarkan seluruh ucapan Abu Nawas itu.

“Baiklah, kuampuni kamu atas segala perbuatanmu, dan jangan melakukan perbuatan seperti itu lagi kepadaku.”

Maka, Abu Nawas pun menghaturkan hormat serta mohon diri pulang ke rumah.

READ MORE - Kisah Abu Nawas akan Disembeli

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Imam Ghazali, 40 Jilid Kitabnya Musnah Dibakar (Bagian Kedua-Habis)


Di kalangan para sufi, Imam Ghazali adalah ikon tersendiri. Ia sangat produktif, sementara karya-karyanya sungguh luar biasa. Dalam beberapa tulisannya, tasawuf disuguhkan dalam penalaran dan argumentasi yang sungguh mencengangkan. Hampir semua karyanya menjadi rujukan dan bahan penelitian hingga kini. Bagi Ghazali, tasawuf merupakan himpunan antara akidah, syariat dan akhlak. Baginya perjalanan spritual seseorang mampu menjernihkan
READ MORE - Imam Ghazali, 40 Jilid Kitabnya Musnah Dibakar (Bagian Kedua-Habis)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Kisah 25 Nabi

Nabi dan Rasul adalah manusia-manusia pilihan yang bertugas memberi petunjuk kepada manusia tentang keesaan Allah SWT dan membina mereka agar melaksanakan ajaran-Nya. Ciri-ciri mereka dikemukakan dalam Al-Qur’an,


"... ialah orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah. Mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan." (Q.S. Al Ahzab : 39).


Perbedaan antara Nabi dan Rasul adalah : seorang Nabi menerima wahyu dari Allah SWT untuk dirinya sendiri, sedangkan Rasul menerima wahyu dari Allah SWT guna disampaikan kepada segenap umatnya. Para Nabi dan Rasul mempunyai 4 sifat wajib dan 4 sifat mustahil, serta satu sifat jaiz, yaitu :


1.Shiddiq (benar), Mustahil ia Kizib (dusta).


2.Amanah (dapat dipercaya), mustahil Khianat (curang).


3.Tabliqh (Menyampaikan wahyu kepada umatnya), Mustahil Kitman (menyembunyikan Wahyu).


4.Fathonah (Pandai/cerdas), Mustahil Jahlun (Bodoh).


5.Bersifat jaiz yaitu Aradhul Basyariyah (sifat-sifat sebagaimana manusia).



Di dunia ini telah banyak Nabi dan Rasul telah diturunkan, tetapi yang wajib diketahui oleh umat Islam adalah sebanyak 25 Nabi dan Rasul, yaitu :


Nabi Adam as

Nabi Idris as

Nabi Nuh as

Nabi Huud as

Nabi Shaleh as

Nabi Ibrahim as

Nabi Ismail as

Nabi Luth as

Nabi Ishaq as

Nabi Ya’qub as

Nabi Yusuf as

Nabi Syu’aib as

Nabi Ayyub as

Nabi Dzulkifli as

Nabi Musa as

Nabi Harun as

Nabi Daud as

Nabi Sulaiman as

Nabi Ilyas as

Nabi Ilyasa as

Nabi Yunus as

Nabi Zakaria as

Nabi Yahya as
Nabi Isa as
Nabi Muhammad saw
READ MORE - Kisah 25 Nabi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

saling mengerti dan mengasihi


Kasih itu bukan hanya untuk dimengerti, tapi juga belajar untuk mengerti orang lain maupun orang yang kita sayangi. Hidup kita akan terasa tak berarti jika tanpa kasih. Itulah, satu hal (kasih) yang membuat kita berbeda dengan orang lain. Mungkin bagi kita yang sudah memiliki pasangan maupun kita yang baru sekedar pendekatan menginginkan untuk diperhatikan atau dimengerti oleh orang lain. Namun, marilah kita belajar untuk mengerti untuk mengasihi orang lain supaya orang lain juga semakin mengasihi kita.
READ MORE - saling mengerti dan mengasihi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

selelu di ingat

mental adalah akumulasi kejadian-kejadian yang sering kita alami dimulai
dari masa kecil.
READ MORE - selelu di ingat

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

men-syukuri hidup

dengan cara mensyukuri apa yang ada sekarang, tidak melihat ke atas terus, tetapi sesekali melihat ke bawah, karena masih banyak orang yang nasibnya kurang beruntung. Selalu mengucap syukur dan selalu berterima kasih terhadap sang pencipta, karena smua rencana-Nya begitu sempurna bagiku dan bagi smua orang yang percaya akan-Nya.
READ MORE - men-syukuri hidup

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Indahnya Surga

Orang-orang jahat tidak mungkin masuk surga. Orang jahat itu sengaja melanggar peradaban dan berbuat kerusakan. Orang jahat itu mengakibatkan orang lain rugi.

Semua agama jelas membenci kejahatan dan cenderung pada kebaikan. Hukum-hukum dalam agama sangat indah dan baik bagi manusia. Bila ada ajaran yang lebih baik daripada agama, keluarlah dari agama dan cari hukum yang lebih baik itu.

Bila mencuri itu baik bagi komunitas, halalkanlah mencuri dan korupsi. Kenyataannya mencuri itu tidak diinginkan para korban pencurian. Bila membunuh orang yang tidak bersalah dianggap baik, maka manusia seperti binatang preman yang saling berbunuh-bunuhan. Kenyataannya manusia menghindari saling mendendam.

Pernikahan adalah saluran yang baik bagi manusia. Maka pernikahan ada dalam hukum agama. Sebaliknya, kawin campur ala binatang tidak baik bagi manusia karena akan membingungkan garis keturunan.

Jadi agama sangat indah hukum-hukumnya dan baik bagi manusia.
READ MORE - Indahnya Surga

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Sikap Anak terhadap Orang Tua Bermasalah

Selama ini yang sering kita dengar dalam setiap pengajian/ceramah yang berisi mengenai sikap anak terhadap orangtua selalu sama, yaitu menjadikan anak sebagai subyek dengan kata lain anak yang harus menjaga sikapnya. Anak harus hormat, mematuhi dan bersikap yang baik-baik (lisan/perbuatan) kepada orangtua. Padahal dalam kenyataan yang sering terjadi dalam kehidupan nyata ini banyak sekali seorang anak kebingungan atau sulit bersikap terhadap orangtuanya, terutama bagi mereka yang yang orangtuanya bermasalah. Tanya Jawab (432) :Sikap Anak terhadap Orang Tua Bermasalah Assalaamu'alaikum Wr. Wb. Selama ini yang sering kita dengar dalam setiap pengajian/ceramah yang berisi mengenai sikap anak terhadap orangtua selalu sama, yaitu menjadikan anak sebagai subyek dengan kata lain anak yang harus menjaga sikapnya. Anak harus hormat, mematuhi dan bersikap yang baik-baik (lisan/perbuatan) kepada orangtua. Padahal dalam kenyataan yang sering terjadi dalam kehidupan nyata ini banyak sekali seorang anak kebingungan atau sulit bersikap terhadap orangtuanya, terutama bagi mereka yang yang orangtuanya bermasalah. Bagaimana sikap anak terhadap ayah yang memukuli ibunya? sementara ayah sudah tidak dapat dikendalikan/dinasehati !!! Apakah sang anak harus diam melihat hal tersebut karena jika melawan akan dikatakan durhaka sementara ibu tersiksa lahir dan batinnya. Hal tersebut diatas sering kita lihat dan dengar disekililing kita, bahkan ada seorang anak kelepasan tangan memukul ayahnya untuk membela ibunya yang dianiaya ayahnya.Jika kita lihat hadist Rasul bahwa ibu 3x lebih harus kita hormati dari ayah apakah dibenarkan anak melawan ayahnya untuk membela ibunya yang teraniaya ? Demikian, terimakasih atas perhatian dan jawabannya. Jazakumullohu Khoiron. Wassalaamu'alaikum wr. wb. Uhktikum Fillah --------- Jawab --------- Saya sepakat dengan Anda, kebanyakan orang tua (ortu) ternyata otoriter. Menurutnya, segala perkataannya harus diikuti anaknya. Padahal ortu yang baik itu di samping sbg pelindung dan pembimbing, mestinya juga harus menjadi teman yang baik (yang bisa diajak diskusi dlm membicarakan cita-cita, misal) bagi anaknya. Juga perlu dibedakan antara nasehat dan saran/usulan. Nasehat itu meliputi nilai-nilai yang prinsipil (sesuai logika), dan moralitas atau norma-norma agama, seperti kedisiplinan, kejujuran, tanggung-jawab, keseriusan, harga-menghargai, hormat-menghormati, dll. Dan saran/usulan berkaitan dengan cita-cita, bidang studi yang hendak di tekuni, dll. Jadi, seorang anak dikatakan membantah nasehat ortu jika ia tidak menaati nilai-nilai moralitas yang disampaikan ortunya. Adapun soal pilihan cita-cita, pilihan jodoh, dll yang berkaitan dengan masa depan si anak ortu tidak boleh memaksakan kehendaknya. Bila si anak sudah mantap pada suatu pilihan (yang tidak ada jeleknya sedikitpun menurut norma apapun), dan konsekuen atas pilihan tersebut (berani bertanggungjawab), ortu tinggal memberikan usulan-usulan dan bimbingan yang mendukung pilihan si anak. Dalam hal ini ortu juga tidak bisa memaksakan usulan-usulannya. Bila si anak mempunyai pendapat yang lebih mantap dan yakin bisa mempertanggungjawabkannya, ortu tidak boleh mengendorkannya. Diskusi soal pilihan ini tergantung pada kekuatan argumen-argumen yang rasional, dan yang jelas tidak boleh menyalahi norma-norma agama. Demikian soal pendidikan anak. Format interaksi ortu-anak seperti di atas bila keduanya tetap pada rel-rel agama dan logika. Jika salah satunya menyalahi agama, maka pertanda olengnya bahtera rumah tangga. Terlebih jika yang melakukan kesalahan adalah ortu, seperti kisah Anda tersebut. Pertanyaan berikutnya, seperti yang Anda tanyakan, bagaimana sikap si anak? Dilihat-lihat, bila si anak sudah menjadi dewasa dan merasa mampu --secara fisik dan mental-- mengatasi ortu-nya sendirian tanpa melibatkan orang luar, maka lebih baik diatasi sendiri. Tapi jika tidak mampu, segeralah minta tolong orang lain. Bahkan kalau urusannya sudah gawat sekali, sudah masuk kategori pidana misal, lebih baik lapor ke pihak yang berwajib (polisi). Yang jelas, harus segera diupayakan agar jangan terjadi korban. Pada kasus yang Anda ceritakan, tentu si anak sebisanya menyelamatkan ibunya, namaun jangan ikut-ikutan kehilangan kesabaran dengan membalas dendam, apalagi sampai membunuh bapaknya. Demikian, semoga bermanfaat Arif Hidayat
READ MORE - Sikap Anak terhadap Orang Tua Bermasalah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

TKJ EMPIRE


inilah dia foto-foto calon orang sukses

aminnnnnnnnn . . . .
READ MORE - TKJ EMPIRE

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Followers